MENUJU ALAM BAHAGIA
Telah Wafat Guru Kita Y.A. MAHATHERA SASANARAKKHITA (Suhu Tengsin)
Pada hari Minggu, 25 November 2012, pukul 01.30 WIB.(Dini Hari) di Rumah Sakit Cimacan - Pacet
Mendiang Bhiksu Mahathera
Sasanarakkhita
Bhiksu Mahathera Sasanarakkhita atau yang lebih dikenal
dengan nama Suhu Teng Sin, telah mengabdi menjadi Anggota Sangha selama 41
vassa, tanpa kenal lelah beliau mengabdikan diri untuk perkembangan umat Buddha
di Indonesia. Beliau selama pengabdiannya banyak mendampingi Mendiang Maha
Bhiksu Ashin Jinarakkhita dalam mengembangkan umat Buddha di Indonesia. Beliau
juga sering mengikuti Mendiang Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita untuk membabarkan
Dhamma ke daerah-daerah pelosok di Indonesia.
Masa kecil
Yang Mulia Mahathera
Sasanarakkhita dilahirkan di Cirebon pada tanggal 10 Oktober 1947 dengan nama
Tan Tay Kie, Beliau adalah putra dari Bapak dan Ibu Tan Kay Gie, namun
perjalanan hidup Tan Tay Kie tidaklah mudah seperti kehidupan yang kita
idamkan, pada waktu Tan Tay Kie baru berumur 40 hari ibunda Tan Tay Kie
meninggal dunia, namun perjalanan Tan Tay Kie kecil harus mengalami kesedihan
kembali karena dua tahun setelah ibunda Tan Tay Kie meninggal maka ayahnya
menyusul meninggalkannya, sejak saat itu beliau menjadi yatim piatu dimana saat
itu beliau masih memerlukan belaian kasih sayang dan bimbingan orang tua.
Sejak kepergian ayahnya, Tan Tay Kie kecil diasuh oleh ibu angkat
beliau yang bernama Ibu Kusnati ( Lim Kui Sen Nio), Ibu Kusnati sangatlah
sayang kepada beliau, sejak kecil Tan Tay Kie membantu ibunya untuk berjualan
dirumah yang sekaligus menjadi tempat usaha yaitu sebuah rumah makan. Tan Tay
Kie dididik menjadi pribadi yang mandiri oleh ibu beliau sehingga menjadi bekal
sampai saat ini untuk menjalani kehidupan dewasanya kelak.
Mengenal Dhamma
melalui pengabdiannya di Vihara
Tan
Tay Kie dewasa aktif mengikuti kebaktian di Vihara Dewi Welas Asih Cirebon,
hari-harinya dihabiskan untuk mengabdikan diri di Vihara. Pada tahun enam
puluhan dipelopori oleh Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita, Agama Buddha mulai
merebak di seluruh Indonesia, begitu pula di Cirebon. Maha Bhiksu Ashin
Jinarakkhita sering berkunjung ke Vihara Dewi Welas Asih Cirebon dimana Pemuda
Tan Tay Kie pertama kali mengenal Dharma, mengenal Empat Kesunyataan Mulia dan
Ajaran Buddha lainya.
Suatu
saat Vihara Dewi Welas Asih Cirebon menerima kunjungan 17 orang Bhiksu dalam
dan luar negeri antara lain dari Kamboja, Laos dan Bangkok. Kunjungan ke tujuh
belas Bhiksu dalam rangka ceramah dan mewisudi para Upasaka dan Upasika,
rombongan tersebut dipimpin oleh Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita, seperti
biasa umat Buddha memberikan persembahan makanan, sebagai muda-mudi Vihara, Tan
Tay Kie ikut melayani, setelah selesai makan dan tengah menikmati hidangan
penutup berupa Ice Cream, mata Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita selintas
bertatapan dengan mata Tan Tay Kie yang tengah berbisik dalam hati, kalau ice
cream-nya Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita tidak habis, Cup buat saya (Cup dalam
bahasa Cirebon adalah mengeklaim sesuatu, agar tidak “direbut” oleh orang lain)
siapa tahu bisa berkesempatan menjadi Anggota Sangha, dan entah sengaja atau
tidak Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita tidak menghabiskan ice cream tersebut,
tapi disisakan, tentu saja langsung diambil oleh Tan Tay Kie, mungkin itu
merupakan buah dari karma baik sebagai petunjuk yang menyebabkan beliau kelak
menjadi seorang Anggota Sangha.
Aktivis di organisasi
kepemudaan Buddhis
Tan
Tay Kie termasuk pemuda yang aktif di Vihara, beliau pernah menjabat sebagai
ketua paduan suara di Vihara Dewi Welas Asih Cirebon, Bendahara II GPBI Cirebon
( Generasi Pemuda Buddhis Indonesia ), dan pernah menjabat sebagai Komisaris I
GPBI Cirebon. Disaat menjadi aktivis beliau bersama rekan-rekan beliau lainnya
juga turut membantu perkembangan Agama Buddha di Cirebon dan sekitarnya, beliau
sering melakukan kunjungan dan menjadi Dharmaduta untuk
mengajarkan Paritta kepada para umat di Vihara-vihara yang berada di Losari,
Kadipaten, Jatiwangi, Tegal, Gebang dan Ciledug.
Mengingat
keterbatasan fasilitas transportasi dan biaya pada saat itu Tan Tay Kie
bersama-sama aktivis lainnya melakukan kunjungan dan pembinaan ke daerah-daerah
menggunakan sepeda. Pagi-pagi sekitar pukul 06.00 beliau dan rekan-rekan
berangkat dari Cirebon menggunakan sepeda dengan waktu tempuh sekitar 3-5 jam
untuk menuju Vihara-vihara di daerah, ataupun apabila daerahnya cukup dekat
maka pada Minggu pagi beliau melakukan kebaktian di Vihara Dewi Welas Asih
kemudian pada pukul 11.00 WIB beliau berangkat ke Vihara-vihara yang dekat
lainnya untuk mengajarkan Dhamma dan baca Paritta.
Melangkah menuju
Sangha
Pada
tahun 1967, di Vihara Dewi Welas Asih Cirebon, Tan Tay Kie diwisudi Tisarana
oleh Bhikkhu Jinagiri dengan nama Viria Bala.
Tahun
1970, di tempat yang sama, Tan Tay Kie diwisudi Upasaka oleh Bhikkhu Jinawamsa
( saat ini dikenal dengan nama Romo Michael ) dengan nama Tanuki Jaya.
Tahun
1971, di Vihara Vimala Dharma Bandung, Tan Tay Kie mengikuti Pabaja Samanera
dan ditabiskan oleh YA. Bhikkhu Ugadhammo dengan nama Jayadhammo. Pada saat
menjadi samanera ini ada pengalaman yang berkesan sampai saat ini, yaitu
Samanera Jayadhammo diajak oleh Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita untuk melakukan
kunjungan ke daerah-daerah untuk membabarkan Dhamma, pada saat itu Samanera
Jayadhammo bersama dengan Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita melakukan perjalanan
ke Medan dan untuk pertama kalinya Samanera Jayadhammo naik pesawat terbang,
ada rasa takut dan rasa bersyukur saat itu.
Kemudian perjalanan menuju ke Manado dan dilanjutkan
ke Gorontalo dengan menggunakan pesawat capung. Disaat perjalanan menuju
Gorontalo dengan pesawat capung inilah Samanera Jayadhammo merasa gemetar
kembali karena penerbangan dengan menggunakan pesawat capung,
pesawat terbang tidak stabil (naik turun), di saat itu Maha Bhiksu Ashin
Jinarakkhita menepuk punggung Samanera Jayadhammo sehingga tubuh Samanera
Jayadhammo tidak gemetaran lagi dan nyaman diatas pesawat.
Tiga
Bulan setelah menjadi Samanera, Samanera Jayadhammo di Upasampada menjadi seorang
Bhikkhu, namun sebelum di Upasampada Samanera Jayadhammo ada sedikit keraguan
dihatinya apakah sudah siap, maka diundur dua bulan, setelah dua bulan berlalu,
masih ada keraguan juga dihatinya, atas pertanyaan Maha Bhiksu Ashin
Jinarakkhita, ia mohon diijikan sio-pwe dialtar Kwam Im, Maha Bhiksu Ashin
Jinarakkhita hanya tersenyum dan mengikuti kemauannya dan hasilnya setelah tiga
kali sio-pwe Samanera Jayadhammo mantap dengan keputusannya untuk menjadi
Bhikkhu. Guru Beliau YA. Bhikkhu Ugadhammo memberikan
nama Sasanarakkhita kepada beliau.
Beliaupun menerima kehidupan ini secara apa
adanya, dalam kunjungannya ke daerah-daerah, beliau kadang-kadang mendapatkan
persembahan makanan dari umat berupa singkong, ubi bahkan sepiring jagung untuk
bertujuh, ya tidak apa-apa karena pada saat itu situasi ekonomi sedang kurang
baik atau memang karmanya harus begitu.
Di Cetya Maha Bodhi, dimasa sulit sebelum
Vihara Sakyawanaram selesai dibangun, beliau pernah memadamkan lilin altar
seusai kebaktian agar bisa bertahan sampai dua atau tiga hari, karena waktu
itu, masih belum banyak umat yang datang memberikan persembahan kepada
Vihara.
Namun
kondisi seperti itu tidak menggoyangkan tekad dan pengabdian beliau kepada
Sangha, melainkan memberikan semangat kepada beliau sampai saat ini untuk terus
menjadi anggota Sangha.
Membangun Vihara
Sakyawanaram
Atas
arahan dari Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita, maka YM. Bhikkhu Sasanarakkhita
diminta untuk memimpin pembangunan Vihara Sakyawanaram, dengan dana yang sangat
terbatas namun dengan kerja keras dan kegigihan dari YM. Bhikkhu Sasanarakkhita
dengan dibantu oleh Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita maka pembangunan tahap awal
Vihara Sakyawanaram selesai dibangun.
Pada
hari Minggu Wage tanggal 7 Oktober tahun 1973 pukul 17.00 WIB diadakan
peresmian Vihara Sakyawanaram. Peresmian Vihara Sakyawanaram dilakukan antara
lain oleh Mayjend Soedjono Hoemardani (Asisten Pribadi Presiden R.I ke 2 Bapak
Soeharto) serta dihadiri oleh Brigjen M.S. Soemantri (Wakil kepala Staf
Angkatan Darat, serta pernah menjabat sebagai Ketua Perbudhi cabang
Jakarta)
Vihara Sakyawanaram pun saat ini telah
mengalami pembangunan dan renovasi dibeberapa bangunannya. Di Vihara ini pula
banyak sekali catatan sejarah mengenai Perkembangan Agama Buddha di Indonesia.
Untuk itulah YM. Mahathera Sasanarakkhita menjaga dan memelihara Vihara
Sakyawanaram sampai saat ini dan menjadi Kepala Vihara Sakyawanaram.
Dukungannya terhadap
generasi Muda
YM. Mahathera
Sasanarakkhita juga turut mendukung untuk memajukan generasi muda Buddhis yang
kelak akan membantu dan meneruskan perjuangan beliau. Selain banyak membantu
dalam kegiatan yang diadakan oleh Sekber PMVBI / Pemuda Buddhayana, beliau juga
banyak membantu anak-anak yang berprestasi dan kurang mampu secara ekonomi
untuk diberikan beasiswa mulai dari sekolah menengah pertama bahkan sampai di
perguruan tinggi.
No comments:
Post a Comment